Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini mengumumkan rencana kenaikan gaji hakim di Indonesia. Kenaikan tersebut, menurut pengumumannya, mencapai angka fantastis: 280 persen untuk hakim junior. Pengumuman ini langsung memicu reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk Ketua Mahkamah Agung (MA).
Ketua MA, Sunarto, memberikan peringatan tegas terkait rencana kenaikan gaji hakim tersebut. Ia menekankan pentingnya integritas dan profesionalisme di kalangan hakim, terlepas dari besaran gaji yang diterima.
Peringatan Keras Ketua MA: Integritas di Atas Gaji
Ketua MA, Sunarto, menyampaikan peringatan keras kepada seluruh hakim di Indonesia. Ia menegaskan bahwa integritas dalam pelayanan hukum tidak dapat ditawar-tawar. Kenaikan gaji yang signifikan, menurutnya, bukanlah justifikasi untuk perilaku koruptif.
Sunarto menyatakan komitmen MA untuk menegakkan prinsip *zero tolerance* terhadap pelanggaran etik dan perilaku transaksional. Pelayanan hukum yang ternodai oleh transaksi suap, menurutnya, hanya akan merusak citra peradilan dan merugikan masyarakat.
Praktik suap, sekecil apapun, akan berakibat fatal bagi karier seorang hakim. Sunarto menegaskan, hukuman pemecatan akan dijatuhkan tanpa pandang bulu, berapapun jumlah uang suap yang diterima.
Ancaman Pemecatan dan Pengawasan Ketat
Sunarto tidak hanya memberikan peringatan, tetapi juga menjabarkan sanksi tegas bagi hakim yang terbukti korupsi. Ia bahkan menyebutkan bahwa hakim yang terbukti menerima suap senilai Rp 100.000 pun akan dicopot dari jabatannya.
Selain ancaman pemecatan, MA juga akan meningkatkan pengawasan terhadap kinerja hakim. Program pengawasan rahasia atau *mystery shopper* akan diimplementasikan di berbagai pengadilan, termasuk pengadilan umum, agama, tata usaha negara, dan militer.
Pengawas rahasia ini akan memantau aktivitas hakim secara acak, baik di dalam maupun di luar persidangan. Teknologi canggih, seperti kamera tersembunyi, akan digunakan untuk mendeteksi potensi pelanggaran.
Integritas Pribadi dan Profesionalisme Hakim
Sunarto juga menekankan pentingnya integritas pribadi hakim di luar lingkungan persidangan. Ia menyarankan agar hakim membatasi diri dalam aktivitas hiburan tertentu. Hal ini untuk menghindari potensi konflik kepentingan dan menjaga citra baik lembaga peradilan.
Hakim, menurut Sunarto, harus memahami bahwa jabatan mereka adalah sebuah amanah besar dari negara dan rakyat. Mereka harus senantiasa menjunjung tinggi keadilan dan menghindari perbuatan yang dapat merendahkan martabat profesi mereka.
Menjadi hakim, bukan hanya sekadar profesi, tetapi juga tanggung jawab moral yang besar. Keputusan hakim sangat berpengaruh pada kehidupan banyak orang, sehingga integritas dan kejujuran menjadi hal yang mutlak.
Sebagai penutup, perlu ditegaskan kembali pentingnya menjaga integritas dan profesionalisme di kalangan hakim. Kenaikan gaji, meskipun besar, tidak boleh menjadi alasan untuk melupakan tanggung jawab moral dan kode etik profesi. MA, melalui berbagai langkah pengawasan dan penegakan hukum, akan memastikan bahwa keadilan tetap tegak dan hakim menjalankan tugasnya dengan integritas yang tinggi. Kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan sangat bergantung pada integritas para hakimnya.