Jelang Lebaran 2025, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI berhasil mengamankan hampir 20.000 produk pangan tanpa izin edar (TIE). Produk ilegal ini sebagian besar berasal dari Malaysia dan China, meliputi berbagai jenis makanan, mulai dari permen hingga biskuit. Penemuan ini menjadi sorotan penting menjelang peningkatan konsumsi pangan selama periode Lebaran.
BPOM melakukan intensifikasi pengawasan tahap empat pada 13-19 Maret 2025. Fokus pengawasan diarahkan pada pangan olahan di berbagai sarana peredaran, termasuk importir, distributor, ritel, dan gudang e-commerce. Prioritas diberikan pada produk TIE, kedaluwarsa, dan rusak. Pengawasan ini merupakan langkah penting untuk memastikan keamanan pangan bagi masyarakat.
Dari 1.190 sarana yang diperiksa, 31,6 persennya ditemukan tidak memenuhi ketentuan. Jumlah produk TIE yang disita mencapai angka yang sangat signifikan, yaitu 19.795 produk. Kemudian, disusul oleh produk kedaluwarsa sebanyak 14.300 (40,2 persen), dan sisanya merupakan produk pangan rusak. Angka ini menunjukkan tantangan besar dalam pengawasan produk pangan di Indonesia.
Kepala BPOM, Taruna Ikrar, menekankan pentingnya regulasi dan pengawasan yang lebih intensif. Beliau juga mendorong kampanye “Cek Klik/Cek Kemasan, Label, Izin Edar, dan Kedaluwarsa” untuk memastikan keamanan, mutu, dan gizi pangan bagi masyarakat. Kampanye ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran konsumen.
Asal Negara Produk Pangan TIE yang Dominan
Malaysia menjadi negara asal produk pangan TIE terbanyak, mencapai 56,1 persen. Jenis produk yang paling banyak ditemukan adalah minuman serbuk, minuman berperisa, dan permen. Posisi kedua ditempati oleh China dengan 22,8 persen, meliputi biskuit dan manisan. Arab Saudi berada di urutan ketiga dengan 15,4 persen, meliputi bumbu, permen, dan bahan tambahan pangan (BTP).
Data ini menunjukkan adanya tren impor produk pangan ilegal dari negara-negara tertentu. Hal ini perlu menjadi perhatian serius bagi pemerintah untuk memperkuat pengawasan di perbatasan dan meningkatkan kerjasama internasional dalam pencegahan peredaran produk ilegal.
Sebaran Produk Pangan TIE di Beberapa Wilayah
Sebaran produk TIE tidak merata di seluruh Indonesia. Jakarta menjadi wilayah dengan temuan TIE terbanyak, mencapai 9.195 pcs (46,45 persen). Balikpapan (1.185 pcs), Tarakan (2.044 pcs), Pontianak (487 pcs), dan Batam (2.982 pcs) juga teridentifikasi sebagai wilayah dengan temuan TIE yang signifikan. Distribusi yang tidak merata ini menuntut strategi pengawasan yang lebih terfokus pada wilayah rawan.
Perbedaan jumlah temuan di setiap wilayah mungkin dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk tingkat pengawasan, aksesibilitas produk ilegal, dan tingkat konsumsi masyarakat. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor kunci yang berkontribusi pada perbedaan ini.
Patroli Siber dan Pengawasan Pangan Daring
BPOM juga melakukan patroli siber untuk memantau peredaran produk pangan ilegal di platform digital, termasuk e-commerce. Hasilnya, ditemukan 4.374 tautan yang menjual produk TIE, dengan mayoritas berasal dari Malaysia, Jepang, Nigeria, Singapura, Australia, dan Belgia. Pengawasan daring menjadi semakin krusial mengingat perkembangan perdagangan online.
BPOM berkoordinasi dengan Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) untuk melakukan takedown terhadap tautan yang teridentifikasi. Upaya ini menunjukkan komitmen BPOM dalam melindungi konsumen dari produk pangan ilegal yang beredar di dunia maya. Ke depan, perlu ditingkatkan kerjasama dengan platform digital untuk mencegah penjualan produk pangan ilegal secara daring.
Kesimpulannya, temuan BPOM ini menunjukkan perlunya peningkatan pengawasan dan regulasi yang lebih ketat terhadap produk pangan impor. Kerjasama antar instansi pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat sangat penting untuk memastikan keamanan dan kesehatan pangan di Indonesia, terutama menjelang momen-momen penting seperti Lebaran.




