Tragedi tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya di Selat Bali pada Rabu, 2 Juli 2025, menyisakan duka mendalam bagi keluarga korban dan menjadi catatan penting bagi keselamatan pelayaran. Kapal yang berlayar dari Ketapang, Banyuwangi menuju Gilimanuk, tenggelam sekitar 25 menit setelah meninggalkan pelabuhan. Kisah perjuangan para penumpang yang selamat memberikan gambaran dramatis detik-detik sebelum dan sesudah tragedi tersebut.
Berbagai kesaksian para penyintas mengungkapkan betapa cepatnya kapal terbalik. Kecepatan evakuasi dan keberuntungan menjadi penentu hidup dan mati bagi para penumpang yang berada di dalam maupun di luar kapal.
Detik-Detik Menegangkan di Atas KMP Tunu Pratama Jaya
Bejo Santoso, penumpang asal Banyuwangi, menceritakan pengalamannya berada di dek luar saat kapal mulai oleng. Ia berhasil menyelamatkan diri dengan mengambil jaket pelampung dan melompat ke laut sebelum kapal terbalik.
Bejo mengatakan kapal terbalik hanya dalam waktu sekitar tiga menit. Ia merasa pesimis bagi penumpang yang berada di dalam kabin karena kecepatan kapal terbalik tersebut.
Setelah terombang-ambing selama beberapa jam, Bejo diselamatkan oleh nelayan sekitar pukul 06.00 WITA. Dalam perjuangannya melawan arus, Bejo bahkan sempat mengikat jenazah penumpang lain pada ban pelampung yang ditemukannya.
Kisah Lainnya: Kapal Miring Tiga Kali Sebelum Tenggelam
Imron, penumpang lain yang berhasil selamat, memberikan kesaksian serupa namun dengan detail yang berbeda. Ia menjelaskan kapal sempat miring tiga kali sebelum akhirnya terbalik.
Pada miringan ketiga, air laut sudah masuk ke ruang penumpang. Imron berhasil keluar dari kapal dengan terdorong arus menuju celah di ruang penumpang.
Setelah mendapatkan jaket pelampung, Imron diselamatkan oleh nelayan dari Dusun Pabuahan, Desa Banyubiru. Pengalamannya menunjukkan betapa cepatnya situasi berubah menjadi kritis.
Jaket Pelampung: Penentu Hidup dan Mati
Saiful Munir, seorang penyintas lainnya, menekankan pentingnya jaket pelampung dalam menyelamatkan nyawanya. Ia menemukan sebuah jaket pelampung di laut dan langsung memakainya.
Saiful akhirnya diselamatkan di perairan Desa Candikusuma, Kecamatan Melaya. Keberadaan jaket pelampung menjadi faktor kunci keberhasilannya bertahan hidup.
Operasi Pencarian dan Evakuasi
Kepala Kantor SAR Surabaya, Nanang Sigit, selaku SAR Mission Coordinator, melaporkan bahwa tim SAR gabungan telah mengevakuasi 33 penumpang. Dari jumlah tersebut, 29 orang selamat dan empat orang meninggal dunia.
Pencarian dan evakuasi melibatkan personel dari Pos SAR Banyuwangi dan Pos SAR Jembrana, dibantu KN SAR Permadi. Operasi SAR dilakukan secara intensif untuk memastikan tidak ada korban yang terlewatkan.
KMP Tunu Pratama Jaya membawa 53 penumpang dan 12 kru, serta 22 kendaraan, termasuk 14 truk tronton. Kapal tersebut diperkirakan tenggelam sekitar pukul 23.20 WIB.
Kejadian ini dilaporkan oleh petugas jaga syahbandar setelah melihat kapal tersebut mengalami masalah. Laporan tersebut segera diteruskan ke Basarnas dan instansi terkait lainnya.
Tragedi KMP Tunu Pratama Jaya menyoroti pentingnya keselamatan pelayaran dan peran penting peralatan keselamatan seperti jaket pelampung. Kisah para penyintas mengingatkan kita akan pentingnya kewaspadaan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi situasi darurat di laut. Semoga tragedi ini menjadi pembelajaran berharga untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan transportasi laut di masa mendatang.