Menteri Hukum Ajak Publik Uji Materi UU TNI ke Mahkamah Konstitusi

Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Supratman Andi Agtas, menanggapi kontroversi pengesahan Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) dengan mengajak masyarakat yang keberatan untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). “Masih ada saluran-saluran lain yang bisa digunakan. Kan ada saluran yang lain untuk bisa digunakan. Karena itu berikan kesempatan kepada pemerintah untuk melaksanakan undang-undang TNI yang baru disahkan kemarin. Kemudian, biarkan dia akan diuji (materi ke MK). Apakah benar bahwa kekhawatiran itu memang sesuatu yang mendasar untuk dilakukan,” ujar Supratman di Kompleks Istana, Jakarta, Jumat (21/3/2025).

1. Bantahan Isu Dwifungsi TNI

Menkumham Supratman membantah anggapan bahwa UU TNI akan menghidupkan kembali dwifungsi TNI seperti pada masa Orde Baru. Ia justru menekankan bahwa UU ini bertujuan memberikan kepastian hukum terkait batasan keterlibatan TNI dalam jabatan sipil.

“Justru memberi batasan kepastian terkait dengan jabatan mana yang boleh diisi oleh militer di dalam jabatan sipil. Kita tidak boleh mengenal istilah-istilah yang terlalu mendikotomikan antara semua kekuatan bangsa,” tegasnya.

Pernyataan ini muncul sebagai respons terhadap demonstrasi penolakan RUU TNI yang dilakukan oleh berbagai elemen masyarakat, termasuk mahasiswa. Aksi tersebut menunjukkan kekhawatiran publik terhadap potensi penyalahgunaan kekuasaan dan kembalinya peran militer di ranah sipil.

2. Gugatan Formil Mahasiswa UI ke MK

Sejumlah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) telah mengajukan gugatan formil ke MK terkait proses revisi UU TNI. Mereka tidak menggugat isi UU, melainkan mempersoalkan proses pengesahannya yang dianggap cacat formil dan inkonstitusional.

Kuasa hukum mahasiswa, Abu Rizal Biladina, menjelaskan bahwa gugatan difokuskan pada ketidakpatuhan DPR terhadap prosedur pembentukan perundang-undangan. Salah satu poin penting adalah ketidaksediaan draf RUU dan naskah akademik di situs resmi DPR hingga hari Jumat, setelah pengesahan.

“Artinya, kami menguji apakah peraturan pembentukan perundang-undangannya yang disahkan oleh DPR telah memenuhi persyaratan yang diatur oleh UU. Setelah kami melakukan riset lebih mendalam, kami menyimpulkan revisi UU TNI yang disahkan pada Kamis kemarin cacat formil dan inkonstitusional,” jelas Rizal. “Jadi, kami tidak menguji pasal per pasal,” tambahnya.

Rizal menambahkan, ketidaksediaan dokumen tersebut telah menghilangkan partisipasi publik yang bermakna (“meaningful participation”).

3. Poin-Poin Gugatan Mahasiswa UI

Gugatan yang diajukan ketujuh mahasiswa UI mencakup lima poin utama. Mereka meminta MK untuk mengabulkan gugatan, menyatakan UU TNI yang direvisi tidak memenuhi ketentuan pembentukan perundang-undangan, dan menyatakan UU tersebut bertentangan dengan UUD 1945 sehingga tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Selanjutnya, mereka meminta agar UU Nomor 34 Tahun 2004 yang lama berlaku kembali, dan memerintahkan pencantuman putusan dalam Berita Negara Republik Indonesia. Sidang pendahuluan direncanakan akan digelar setelah libur Idul Fitri.

Lebih lanjut, penting untuk menganalisis secara mendalam implikasi dari revisi UU TNI terhadap sistem ketatanegaraan Indonesia dan peran TNI dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Apakah revisi ini benar-benar memberikan kepastian hukum atau justru membuka peluang penyalahgunaan kekuasaan? Perdebatan ini akan terus berlanjut, terutama dengan adanya gugatan ke MK.

Proses hukum yang sedang berjalan di MK diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan menjawab kekhawatiran publik terkait revisi UU TNI. Transparansi dan keterbukaan dalam proses legislasi sangat penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *