Kasus keracunan di Indonesia masih menjadi masalah yang kerap terabaikan. Padahal, angka kejadiannya cukup tinggi, baik dari sumber alami maupun non-alami. Hal ini disampaikan oleh Kepala Pusat Kebijakan Sistem Ketahanan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Pusjak SKK Kemenkes), dr. Anas Ma’ruf, MKM., dalam webinar “Sosialisasi Kebijakan dan Strategi Tata Kelola Keracunan untuk Provinsi Lampung” pada Selasa, 10 Juni 2025.
Anas menekankan perlunya peningkatan kesadaran dan penanganan kasus keracunan yang lebih serius. Berbagai jenis racun dari berbagai sumber mengancam kesehatan masyarakat Indonesia.
Keracunan Alami vs. Non-Alami: Dua Sisi Ancaman
Secara umum, keracunan dibagi menjadi dua kategori utama: alami dan non-alami. Perbedaan keduanya terletak pada sumber racunnya.
Keracunan alami disebabkan oleh paparan zat beracun yang berasal dari alam. Contohnya adalah gigitan hewan berbisa seperti ular, kalajengking, tawon, atau hewan laut tertentu. Selain itu, tumbuhan beracun, jamur, virus, bakteri, dan serangga juga termasuk penyebab keracunan alami.
Sementara itu, keracunan non-alami bersumber dari produk buatan manusia. Contohnya adalah keracunan obat, makanan, kosmetik, insektisida, pestisida, logam berat, dan mikroplastik. Pengelolaan limbah yang buruk dan makanan yang tidak higienis juga berkontribusi pada keracunan non-alami.
Tingginya Angka Keracunan di Indonesia dan Dunia
Anas mengungkapkan angka keracunan global cukup mengkhawatirkan. Gigitan hewan berbisa saja menyebabkan 81.000 hingga 137.000 kematian setiap tahun di seluruh dunia.
Di Indonesia, kasus gigitan ular dilaporkan mencapai 3.000 hingga 6.000 kasus per tahun, dengan 100 hingga 200 kematian. Angka ini diperkirakan masih jauh lebih rendah dari angka sebenarnya karena banyak kasus yang tidak dilaporkan.
Keberagaman hayati Indonesia, termasuk spesies hewan berbisa, meningkatkan risiko keracunan alami. Ditambah lagi potensi keracunan non-alami dari berbagai sumber lain, situasi ini memerlukan perhatian serius.
Tata Laksana Keracunan di Provinsi Lampung
Perhatian terhadap kasus keracunan, baik alami maupun non-alami, sangat penting karena dapat menyebabkan kesakitan bahkan kematian. Oleh karena itu, penanganan yang tepat dan cepat sangat krusial.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, dr. Edwin Rusli, MKM., menjelaskan tata laksana keracunan di wilayahnya. Langkah pertama adalah dekontaminasi, yaitu membersihkan racun dari tubuh. Ini dapat dilakukan melalui berbagai cara, tergantung lokasi paparan racun.
Dekontaminasi dapat berupa rangsangan muntah, membasuh area yang terpapar, atau bahkan tindakan medis yang lebih kompleks. Setelah dekontaminasi, langkah selanjutnya adalah eliminasi racun, misalnya dengan diuresis paksa untuk mempercepat pengeluaran racun melalui urine.
Pemberian antidotum atau penangkal racun juga menjadi bagian penting dari penanganan. Pertolongan untuk kondisi khusus seperti kejang dan koma juga perlu diberikan. Terakhir, rujukan pasien dan spesimen ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap sangat penting untuk memastikan perawatan yang optimal.
Kesimpulannya, permasalahan keracunan di Indonesia memerlukan penanganan yang komprehensif dan terintegrasi. Peningkatan kesadaran masyarakat, deteksi dini, dan penanganan yang tepat sesuai protokol medis menjadi kunci dalam mengurangi angka kejadian dan dampak buruk keracunan. Kerjasama antar berbagai pihak, termasuk pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat, sangat penting untuk mewujudkan hal tersebut.