Mantan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) baru-baru ini menyerukan pentingnya menjaga nilai-nilai demokrasi di tengah tren global yang menunjukkan kemunduran demokrasi. Seruan ini disampaikan dalam acara bedah buku “Standing Firm for Indonesia’s Democracy” di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Tokyo, Jepang.
Dalam pidatonya, SBY menekankan perlunya perjuangan aktif untuk mempertahankan demokrasi. “Kalau kita bicara demokrasi kita, mari kita jaga, fight for democracy, fight against segala sesuatu yang merusak demokrasi, yang merusak konstitusi, yang merusak kerangka bernegara, yang merusak adanya checks and balances,” tegasnya.
SBY menyoroti ironi negara-negara besar yang seringkali mengklaim diri sebagai “pejuang demokrasi” namun juga mengalami kemunduran demokrasi. Ia menyatakan, “Negara-negara besar yang konon dianggap sebagai champions of democracy, negara-negara yang lecturing us, menguliahi kita… dalam kenyataannya, negara-negara itu tidak imun dari kemunduran-kemunduran dalam demokrasi mereka.” Pernyataan ini menggarisbawahi pentingnya introspeksi dan kewaspadaan terhadap ancaman internal maupun eksternal terhadap demokrasi.
Pengalaman pribadi SBY selama berkarir di TNI turut mewarnai pandangannya. Ia mengingat masa mudanya dan menekankan pentingnya kebebasan berekspresi. “Waktu saya masih sangat muda, we love democracy. Kalau yang disampaikan mahasiswa itu ekspresi dari freedom of speech, mengapa kita menjadi gusar?” Ini menunjukkan pentingnya menghargai hak-hak dasar warga negara dalam konteks demokrasi.
Menjaga Demokrasi di Era Modern
Pernyataan SBY ini relevan dengan tantangan yang dihadapi Indonesia saat ini, termasuk polarisasi politik dan penyebaran informasi hoaks. Kondisi tersebut dapat mengikis kepercayaan publik pada lembaga-lembaga demokrasi dan menyebabkan ketidakstabilan politik.
SBY juga menekankan pentingnya peran mantan pemimpin dalam mendukung pemerintah yang sedang berkuasa. Ia menjelaskan telah berkomunikasi dengan Presiden Joko Widodo dan Presiden Prabowo Subianto terkait hal ini. “Saya sudah sampaikan kepada Presiden Prabowo beberapa saat yang lalu, pentingnya meningkatkan komunikasi yang genuine antara istana dengan mereka yang menyampaikan kritik, dan Pak Prabowo mengatakan, ‘Kami terus meningkatkan kualitas komunikasi’,” ungkapnya.
Komunikasi yang sehat antara pemerintah dan masyarakat sipil merupakan pilar penting demokrasi. Hal ini memungkinkan adanya umpan balik dan memungkinkan adanya penyelesaian masalah secara konstruktif. Keengganan pemerintah untuk mendengar kritik dapat berujung pada ketidakpuasan masyarakat dan potensi konflik sosial.
Tantangan Demokrasi di Indonesia
Indonesia, sebagai negara demokrasi terbesar di Asia Tenggara, menghadapi sejumlah tantangan dalam menjaga kualitas demokrasi. Beberapa di antaranya meliputi:
- Polarisasi politik yang tajam
- Hoaks dan ujaran kebencian di media sosial
- Lemahnya penegakan hukum
- Korupsi
- Kesenjangan ekonomi dan sosial
Tantangan-tantangan ini memerlukan solusi komprehensif yang melibatkan seluruh elemen masyarakat, termasuk pemerintah, partai politik, media massa, dan masyarakat sipil.
SBY optimis Indonesia dapat mengatasi tantangan tersebut. Ia berpendapat bahwa Indonesia masih memiliki sumber daya manusia, politik, dan ekonomi yang memadai. Namun, optimisme tersebut harus dibarengi dengan upaya nyata dan komitmen bersama untuk memperkuat demokrasi di Indonesia. Keberhasilan mempertahankan dan memperkuat demokrasi di Indonesia tidak hanya akan bermanfaat bagi rakyat Indonesia sendiri, tetapi juga bagi kawasan Asia Tenggara dan dunia internasional.
Pernyataan SBY ini penting untuk menjadi refleksi bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia. Perjuangan untuk demokrasi adalah proses yang berkelanjutan yang membutuhkan partisipasi aktif dari semua pihak.
Sumber: Antara
Editor: Farida Susanty





