Tren Seks Berisiko: 2700 Remaja Positif HIV, Studi BRIN Ungkap Fakta

Tren Seks Berisiko: 2700 Remaja Positif HIV, Studi BRIN Ungkap Fakta
Sumber: Liputan6.com

Indonesia menghadapi tantangan serius terkait peningkatan kasus HIV pada remaja. Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI hingga Maret 2025 menunjukkan angka yang mengkhawatirkan: 2.700 remaja berusia 15-19 tahun hidup dengan HIV.

Temuan ini diperkuat oleh hasil Global School Based-student Health Survey (GSHS) 2023 dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Survei tersebut mengungkap tren peningkatan perilaku seksual pranikah pada remaja laki-laki maupun perempuan, yang meningkatkan risiko penularan HIV dan penyakit menular seksual (PMS).

2.700 Remaja Terinfeksi HIV: Faktor Risiko dan Pencegahan

Kemenkes RI mengidentifikasi beberapa faktor penyebab tingginya angka HIV pada remaja. Kurangnya akses informasi, ketidaktahuan akan cara pencegahan, minimnya kesadaran risiko perilaku seksual, dan kurangnya pengetahuan tentang HIV secara umum menjadi masalah utama.

Sebagian besar remaja yang terinfeksi HIV termasuk dalam kelompok berisiko tinggi, seperti pekerja seks, pengguna NAPZA suntik, transgender, dan lelaki seks lelaki (LSL).

Pentingnya edukasi dan akses informasi yang mudah dijangkau menjadi kunci pencegahan. Program-program pencegahan HIV yang komprehensif dan tepat sasaran perlu ditingkatkan.

Tren Peningkatan Perilaku Seksual Pranikah di Kalangan Remaja

Hasil GSHS 2023 menunjukkan temuan penting terkait perilaku seksual remaja. Proporsi siswa laki-laki yang pernah melakukan hubungan seksual lebih tinggi daripada perempuan, dan tren ini meningkat pada kedua jenis kelamin.

Perilaku seksual yang tidak aman meningkatkan risiko kehamilan yang tidak diinginkan serta penularan HIV dan PMS. Usia remaja merupakan masa transisi penting yang menentukan kesehatan di masa depan.

Investasi dalam kesehatan reproduksi remaja sangat krusial untuk mencegah perilaku berisiko dan menurunkan angka kematian ibu di masa mendatang.

Perilaku Berisiko Lainnya dan Peran Sekolah dalam Intervensi

Selain perilaku seksual, GSHS 2023 juga mengungkap berbagai perilaku berisiko lainnya pada remaja. Gangguan kesehatan mental, pola makan tidak sehat, merokok, konsumsi alkohol berlebihan, penggunaan narkoba, dan kurangnya aktivitas fisik menjadi perhatian.

Siswa perempuan lebih rentan terhadap gangguan kesehatan mental dan upaya bunuh diri dibandingkan siswa laki-laki. Sementara itu, siswa laki-laki lebih sering terlibat dalam perilaku berisiko seperti konsumsi minuman manis, penggunaan tembakau, alkohol, dan narkoba.

Sekolah memiliki peran vital dalam intervensi kesehatan remaja, mengingat sebagian besar waktu remaja dihabiskan di sekolah. Program kesehatan di sekolah perlu ditingkatkan untuk menjangkau dan mendidik siswa tentang kesehatan reproduksi, pencegahan HIV, dan gaya hidup sehat.

GSHS, yang dilakukan tiga kali di Indonesia (2007, 2015, dan 2023), memberikan data yang komprehensif tentang perilaku kesehatan remaja. Data ini mencakup 11 topik utama, termasuk perilaku diet, kebersihan, kekerasan, kesehatan mental, penggunaan tembakau, alkohol, narkoba, perilaku seksual, aktivitas fisik, faktor protektif, dan media sosial.

Secara umum, perilaku berisiko pada siswa Indonesia meningkat dibandingkan survei sebelumnya, kecuali pada indikator kurangnya aktivitas fisik pada perempuan. Siswa laki-laki lebih banyak terlibat dalam perilaku berisiko, sementara siswa perempuan lebih rentan terhadap masalah kesehatan mental. Wilayah di luar Jawa dan Sumatra menunjukkan angka yang lebih tinggi.

Meskipun angka perilaku berisiko di Indonesia lebih rendah dibanding Thailand dan Filipina, peningkatannya perlu menjadi perhatian serius. Upaya pencegahan dan intervensi yang komprehensif di sekolah dan komunitas sangat penting untuk melindungi kesehatan remaja dan masa depan bangsa.

Exit mobile version