Kabar baik bagi dosen di Indonesia! Persoalan tunjangan kinerja (tukin) yang telah lama menjadi perdebatan, akhirnya menemui titik terang. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Prof. Brian Yuliarto, menargetkan pencairan tukin dosen akan dimulai pada Juli hingga Agustus 2025.
“Kita target Juli, Agustus deh. Tapi sekarang kita sudah mulai bekerja supaya nanti nggak ada delay,” ungkap Menteri Brian kepada wartawan di Kantor Kemendikbudristek, Senayan, Jakarta, Selasa (11/2/2025).
Kemendikbudristek saat ini tengah fokus pada pencairan tukin tahun 2025. Prosesnya memerlukan sinkronisasi dengan beberapa kementerian lain. Namun, Menteri Brian memastikan bahwa tukin 2025 sudah ditetapkan dan akan dicairkan.
“Sekarang harus sinkronisasi dengan beberapa kementerian. Tapi yang 2025 sudah ditetapkan, akan dicairkan,” tegasnya.
Mengenai tunggakan tukin tahun-tahun sebelumnya, Menteri Brian menyatakan bahwa prioritas utama adalah pencairan tukin 2025. Pencairan tunggakan akan dibahas setelahnya.
“Nanti yang lain-lainnya ke depan itu juga seperti apa, nanti tentu kita inikan dulu, tapi saya fokus dulu ke yang 2025,” jelasnya.
Besaran tukin dosen diperkirakan tetap berada di angka Rp 2,5 triliun. Menteri Brian menyebutkan bahwa angka tersebut masih bisa berubah dan akan memberikan informasi lebih lanjut jika ada perkembangan.
“Supaya nanti nggak ada delay, angkanya tetap 2,5 (Rp 2,5 triliun),” ujarnya. “Angkanya masih di situ. Tapi nanti kalau ada perkembangan saya kabari,” imbuhnya.
Tentang Tunjangan Kinerja Dosen dan Permasalahannya
Perdebatan mengenai tukin dosen mencuat setelah terbitnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Dalam lingkungan Kemendikbudristek, tunjangan kinerja berlaku untuk ASN tenaga kependidikan administratif.
Namun, ASN dengan jabatan fungsional (JF) dosen hanya menerima gaji ASN dan tunjangan profesi. Untuk mendapatkan tunjangan profesi, dosen harus telah lulus sertifikasi dosen (serdos).
Sayangnya, tidak semua dosen telah tersertifikasi. Hal ini menyebabkan dosen yang belum tersertifikasi memiliki penghasilan lebih rendah daripada tenaga kependidikan yang mendapatkan tukin, memicu protes dan tuntutan.
Usulan pemberian tukin bagi dosen yang belum tersertifikasi telah diajukan sejak 2015, namun belum terealisasi hingga saat ini. Tukin dosen adalah tunjangan kinerja yang diberikan kepada PNS berdasarkan evaluasi jabatan dan prestasi kerja.
Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 20 Tahun 2011 secara rinci menjelaskan tentang tukin. Evaluasi jabatan dilakukan secara sistematis untuk menilai suatu jabatan dan menentukan nilai serta kelas jabatan, sebagai dasar penentuan besaran tukin.
Prinsip keadilan, objektivitas, transparansi, dan konsistensi menjadi pedoman dalam penentuan besaran tunjangan kinerja bagi PNS. Sistem evaluasi yang adil dan transparan sangat penting agar dosen merasa dihargai atas kontribusi mereka.
Dampak dan Harapan Ke Depan
Pencairan tukin dosen yang tertunda selama bertahun-tahun telah berdampak signifikan terhadap kesejahteraan dosen. Banyak dosen yang merasa tidak adil karena penghasilan mereka lebih rendah dibandingkan dengan tenaga kependidikan.
Dengan adanya target pencairan tukin pada Juli-Agustus 2025, diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dosen dan mendorong semangat mereka dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Semoga proses pencairan tukin dapat berjalan lancar dan tepat waktu, tanpa adanya penundaan atau kendala yang berarti. Transparansi dalam proses pencairan juga sangat penting untuk membangun kepercayaan dan mencegah potensi permasalahan.
Selain itu, pemerintah juga diharapkan untuk terus berupaya meningkatkan kesejahteraan dosen secara berkelanjutan, tidak hanya melalui tukin, tetapi juga melalui berbagai kebijakan lain yang mendukung profesi dosen.
Diharapkan pula, adanya mekanisme yang lebih jelas dan transparan dalam penentuan besaran tukin, sehingga dapat memberikan rasa keadilan bagi seluruh dosen di Indonesia.
Kejelasan dan kepastian terkait pencairan tukin akan memberikan dampak positif bagi motivasi dan kinerja dosen, yang pada akhirnya berdampak pada peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.
(nir/nwy)
							




